Thursday, 27 February 2020
0 *Tiga Jenis Kanker Musuh Wanita*
*Tiga Jenis Kanker Musuh Wanita*
Kanker bisa menyerang siapa saja, tidak pandang bulu, tidak mengenal jenis kelamin, bahkan tidak mengenal usia. Pada wanita, ada beberapa jenis kanker yang paling umum menyerang, antara lain kanker payudara, kanker leher rahim (serviks), dan kanker ovarium.
Data Global Burden Cancer(Globocan), dikutip dari sehatnegeriku.com, mencatat pada tahun 2018 terdapat 18,1 juta kasus kanker baru dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian. Di mana 1 dari 5 pria dan 1 dari 6 wanita di dunia mengalami kejadian kanker. Data tersebut juga menyatakan 1 dari 8 pria dan 1 dari 11 wanita meninggal karena kanker.
Sedangkan angka kejadian untuk wanita yang tertinggi adalah kanker payudara sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk. Diikuti kanker leher rahim sebesar 23,4 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100.000 penduduk.
Dokter Spesialis Onkologi Rumah Sakit (RS) Kanker Dharmais Jakarta, dr. Walta Gautama, Sp.B (K) Onk, menyebutkan penyakit kanker terbanyak yang menyerang wanita adalah kanker payudara.
Walta juga menyampaikan bahwa kanker payudara menjadi penyebab kematian nomor 1 akibat kanker pada wanita. “Saat ini yang paling banyak diderita wanita adalah kanker payudara dan termasuk penyebab kematian nomor 1 pada wanita,” kata Walta saat ditemui Mediakom beberapa waktu lalu.
Mengutip buku berjudul “Buku cerdas Kanker” yang diterbitkan oleh Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN), kanker payudara adalah benjolan yang berisi sel-sel yang memperbanyak diri di luar kendali, merusak tubuh bagian normal di sekitarnya, dan dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Tanda-tanda yang dialami oleh penderita kanker payudara antara lain:
1. Perubahan ukuran, bentuk atau tampilan dari payudara;
2. Perubahan bentuk pada puting payudara;
3. Rasa sakit pada payudara yang tak kunjung hilang bahkan ketika sudah masuk ke masa haid bulan berikutnya;
4. Puting mengeluarkan cairan bening, berwarna cokelat atau kuning;
5. Puting tiba-tiba memerah dan bengkak tanpa diketahui penyebabnya;
6. Bengkak di sekitar ketiak yang disebabkan karena pembesaran kelenjar getah bening di daerah tersebut dan urat-urat di bagian payudara terlihat jelas.
*Deteksi Dini*
Tidak semua kanker payudara menunjukkan gejala pada awal kemunculannya. Oleh karena itu, agar terhindar dari kanker payudara, perlu melakukan deteksi dini dengan pemeriksaan payudara. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan bahwa payudara seseorang dalam keadaan normal. Semakin dini gejala kanker payudara stadium awal dikenali, semakin mudah sel kanker dihilangkan dari tubuh. Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan melalui beberapa cara.
Menurut dr. Walta, untuk mendeteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan Mammografi dan Ultrasonografi (USG). Mammografi adalah pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar rontgen.
Mammografi didesain khusus untuk mendeteksi kelainan pada payudara juga dapat mendeteksi anomali dalam ukuran yang sangat kecil yang tidak teraba.
“Deteksi dini Kanker payudara sampai saat ini jelas tetap dengan Mammografi dikombinasikan dengan USG. Dengan Mammografi dan USG paling nggak bisa melihat tanda ganas walaupun belum ada benjolannya, itu kelebihannya, jadi lebih awal lagi (diketahui),” katanya.
Pemeriksaan USG sendiri sangat baik untuk membedakan massa padat dan cair yang menjadi kekurangan pada Mammografi. Namun, selain dengan Mammografi dan USG, dr. Walta menambahkan deteksi dini juga dapat dilakukan dengan SADARI (Periksa Payudara Sendiri) dan SADANIS (Periksa Payudara Klinis).
Berbeda dengan Mammografi dan USG, skrining melalui SADARI dan SADANIS bisa dilakukan di rumah secara gratis dengan metode sederhana. Caranya, dengan melihat cermin atau meraba apakah ada benjolan, perubahan warna kulit, kemerahan atau luka, cairan dari puting, kulit tertarik ke dalam, atau puting tertarik ke dalam.
“Kalau dengan SADARI dan SADANIS paling nggak bisa ketemu benjolan yang dicurigai, kalau benjolan kurang dari 2 cm itu stadium 1,” dr. Walta menjelaskan.
SADARI pada umumnya dilakukan 3-5 hari setelah haid pertama pada usia subur sedangkan pada usia menopause dapat dilakukan setiap bulan.
*Kanker Serviks dan Ovarium*
Di samping kanker payudara, kanker yang banyak diderita oleh wanita adalah kanker leher rahim (serviks). Berdasarkan data Globocan 2018, penderita kanker serviks di Indonesia mencapai 23,4 per 100 ribu penduduk dengan rata-rata kematian 13,9 per 100 ribu penduduk. Kanker serviks adalah kanker nomor dua terbanyak pada wanita di seluruh dunia menurut Globocan.
Sebagaimana dikutip dari “Buku cerdas Kanker”, kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang tidak normal, tumbuh terus-menerus, tidak terkontrol dan bersifat merusak pada leher rahim.
Penyebab kanker serviks diketahui adalah Virus HPV (Human Papilloma Virus) subtipe onkogenik, terutama subtipe 16 dan subtipe 18 yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Semua wanita yang telah berhubungan seksual mempunyai risiko terkena kanker leher rahim.
Tanda yang ditunjukkan oleh kanker serviks tidak spesifik, seperti adanya :
1. Keputihan dan bercak perdarahan;
2. Tanda lainnya adalah adanya perdarahan yang tidak wajar;
3. Nyeri saat berhubungan intim;
4. Badan lemas dan mudah lelah;
5. Bahkan pada stadium lanjut dapat dijumpai tanda-tanda lain berupa nyeri yang menjalar ke pinggang atau kaki;
6. Selain itu, beberapa penderita juga mengeluh nyeri pada saat buang air kecil dan muncul bercak darah di urine.
Buku berjudul “100 Questions & Answers Kanker pada Wanita” menulis, angka kejadian kanker serviks dapat ditekan dengan melakukan berbagai pemeriksaan. Secara umum, kanker serviks dapat dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan IVA (Inspeksi Visual Asetat) dan tes Pap Smear.
Tes IVA bertujuan untuk melihat ada tidaknya sel yang mengalami displasia dengan melakukan tes visualisasi menggunakan larutan asam asetat 3-5% dan larutan iodium lugol yang dioleskan pada serviks, untuk dilihat perubahan warna yang terjadi setelah dioleskan.
Dikatakan IVA positif jika ditemukan adanya area berwarna putih disertai dengan permukaan meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona transformasi (peralihan) di leher rahim.
Di samping tes IVA, ada tes Pap Smear untuk mendeteksi dini kanker serviks. Tes ini dapat mendeteksi adanya sel abnormal sebelum berkembang menjadi lesi prakanker atau kanker serviks sedini mungkin, terutama pada wanita dengan aktivitas seksual yang aktif maupun yang telah divaksinasi.
Pada dasarnya tes ini mengambil sediaan dari epitel permukaan (sel pada permukaan/dinding) serviks yang mengelupas, di mana epitel permukaan serviks selalu mengalami regenerasi dan digantikan oleh lapisan epitel di bawahnya. Selanjutnya, kanker yang paling banyak menyerang wanita adalah kanker ovarium.
Data Globocan 2018 mencatat penderita kanker ovarium di Indonesia sebanyak 9,7 per 100 ribu penduduk dengan rata-rata kematian 6 per 100 ribu penduduk.
Menurut buku “100 Questions & Answers Kanker pada Wanita”, kanker ovarium merupakan keganasan yang menyerang ovarium (indung telur) pada wanita. Kanker tubafalopi (saluran yang menghubungkan rahim dan indung telur) dan kanker peritoneum (rongga perut) ekstraovarium primer, termasuk dalam kanker ovarium dikarenakan secara karakteristik biologis dan klinisnya menyerupai kanker ovarium, walaupun keduanya sangat jarang ditemui.
Kanker ovarium jarang menimbulkan gejala pada stadium awal. Oleh karena itu, penderita kanker jenis ini biasanya terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut atau sudah menyebar ke organ lain.
Gejala pada kanker ovarium tidak spesifik, menyerupai penyakit lain, seperti:
1. Cepat kenyang;
2. Perut kembung; pembengkakan pada perut;
3. Penurunan berat badan;
4. Sakit punggung bagian bawah dan perubahan siklus menstruasi pada penderita yang masih mengalami menstruasi.
Sampai saat ini belum ada metode skrining yang efektif untuk mendeteksi dini kanker ovarium. Minimnya gejala dan tanda awal pada akhirnya menyebabkan tiga per empat penderita datang dengan diagnosis kanker yang sudah lanjut.
Mengutip dari buku “Epidemiologi Kanker pada Wanita”, teknik skrining potensial yang tersedia meliputi pemeriksaan pelvis, pemeriksaan ultrasound ovarium melalui rute transvaginal, dan monitoring cA-125 dan tanda lainnya dikombinasikan dengan pendekatan ultrasound. Akan tetapi, pada saat ini masih belum ada panduan yang direkomendasikan untuk skrining pada populasi umum.
Penulis: Faradina Ayu
Sumber: Mediakom Edisi 107 Juni 2019 Kemenkes RI
_
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment